Sosok dokter Lo Siauw Ging, mendadak tenar di media sosial di saat
hampir seluruh rekan seprofesinya di negara ini memilih mogok praktik
melayani pasien. Dokter yang sudah berusia 79 tahun itu tidak hanya
terus melayani masyarakat.
Sejak berpraktik, dia tidak pernah
menentukan tarif bahkan banyak pasien yang digratiskan. Selain itu, dia
juga rela mengeluarkan uang pribadi untuk menanggung biaya obat
pasiennya.
Setiap hari, dia melayani sekitar 60 pasien di
rumahnya, kawasan Jagalan, Jebres, Solo, Jateng. Ada pasien kaya, ada
pula pasien miskin. Semua tidak dipatok biaya. Bebas antara memberi
imbalan atau sebaliknya. Sifatnya sukarela.
Dari keseluruhan
pasiennya, sekitar 70 persen digratiskan. Bahkan, resep obat untuk
mereka diberi tanda khusus untuk dibawa ke apotik yang telah ditentukan.
Nantinya, obat diperoleh secara gratis. Tiap akhir bulan, pengelola
apotik menagih ke Lo.
“Tugas dan kewajiban seorang dokter harus
melayani pasien. Fungsi sosial inilah yang paling utama, sesuai sumpah
jabatannya. Kesehatan dan keselamatan pasien harus didahulukan, melebihi
apapun. Lebih baik uang mereka buat membeli beras saja,” tegas dia,
kemarin.
Mengenai adanya anggapan sebagian kalangan bahwa komersialisasi telah menjangkiti profesi dokter, Lo menampiknya.
Pasalnya, kesemuanya tergantung dedikasi, keberpihakan kepada sisi kemanusiaan dan sistem pendidikan kedokteran.
“Selama
kuliah di Fakultas Kedokteran Airlangga, Surabaya, Jatim, hingga lulus
pada 1962 saya tidak pernah mengeluarkan biaya karena mendapat
ditanggung pemerintah. Setelah lulus juga langsung bekerja di rumah
sakit dengan mendapat gaji. Pada saat berpraktik sendirilah, saya harus
membalas budi melalui cara tidak memberatkan pasien. Sekarang kondisinya
sudah lain karena biaya pendidikan juga makin mahal,” katanya.
Lo
pernah menjabat Direktur RS Kasih Ibu, Solo, pada 1981 hingga 2004.
Saat itu dia menerapkan aturan tidak ada pungutan muka bagi pasien rawat
inap. Karena itu pula, rumah sakit tersebut banyak menerima pasien yang
ditolak rumah sakit lain karena tidak mampu membayar uang muka
perawatan atau tidak memiliki kartu tanda penduduk (KTP).
“Padahal
seharusnya, orang-orang yang tidak mampu membayar uang muka dan tidak
bisa mencari KTP inilah yang harus mendapat prioritas perawatan. Orang
yang tidak bisa mengurus KTP pasti orang susah. Belum lagi pasien korban
kecelakaan. Bagaimana mungkin orang yang terkena musibah mendadak di
jalan dan pasti tidak membawa uang cukup harus membayar uang muka. Nilai
kemanusiaan harus dikedepankan,” ujar Lo.
Pria yang lahir di
Magelang, Jateng 16 Agustus 1934 tersebut memang menjadi paradoks di
tengah-tengah sikap skeptis masyarakat yang meyakini biaya berobat di
rumah sakit pasti mahal. “Dokter Lo menyisihkan uang pribadinya untuk
dana sosial di rumah sakit ini. Jumlahnya saya tidak tahu,” ucap Humas
RS Kasih Ibu, CH Baskara.
Kini, setiap sore hingga malam, Lo
selalu menyambut pasiennya dengan senyum. Meski karena usia sehingga
harus berjalan dengan bantuan tongkat, dia tetap semangat mengobati
pasien.
“Saya jangan dibesar-besarkanlah. Itu sudah saya lakukan
dari sejak dulu. Menjadi dokter itu memang harus menolong yang sakit dan
miskin. Kalau mau kaya ya jangan jadi dokter, tapi jadi pedagang. Itu
pesan dari ayah saya,” kata Lo.
Sampai kapan melayani pasien? “Tidak tahu. Selama tubuh masih bisa bekerja, saya akan tetap melayani,” katanya.
Sumber : banjarmasin.tribunnews.com
Alhamdulillah masih ada Dokter yang seperti ini !!!

Tidak ada komentar:
Posting Komentar