Minggu, 01 Desember 2013

Dokter Lo "Uang berobat buat beli Beras saja"


Sosok dokter Lo Siauw Ging, mendadak tenar di media sosial di saat hampir seluruh rekan seprofesinya di negara ini memilih mogok praktik melayani pasien. Dokter yang sudah berusia 79 tahun itu tidak hanya terus melayani masyarakat.
Sejak berpraktik, dia tidak pernah menentukan tarif bahkan banyak pasien yang digratiskan. Selain itu, dia juga rela mengeluarkan uang pribadi untuk menanggung biaya obat pasiennya.
Setiap hari, dia melayani sekitar 60 pasien di rumahnya, kawasan Jagalan, Jebres, Solo, Jateng. Ada pasien kaya, ada pula pasien miskin. Semua tidak dipatok biaya. Bebas antara memberi imbalan atau sebaliknya. Sifatnya sukarela.
Dari keseluruhan pasiennya, sekitar 70 persen digratiskan. Bahkan, resep obat untuk mereka diberi tanda khusus untuk dibawa ke apotik yang telah ditentukan. Nantinya, obat  diperoleh secara gratis. Tiap akhir bulan, pengelola apotik menagih ke Lo.
“Tugas dan kewajiban seorang dokter harus melayani pasien. Fungsi sosial inilah yang paling utama, sesuai sumpah jabatannya. Kesehatan dan keselamatan pasien harus didahulukan, melebihi apapun. Lebih baik uang mereka buat membeli beras saja,” tegas dia, kemarin.
Mengenai adanya anggapan sebagian kalangan bahwa komersialisasi telah menjangkiti profesi dokter, Lo menampiknya.
Pasalnya, kesemuanya tergantung dedikasi, keberpihakan kepada sisi kemanusiaan dan sistem pendidikan kedokteran.
“Selama kuliah di Fakultas Kedokteran Airlangga, Surabaya, Jatim, hingga lulus pada 1962 saya tidak pernah mengeluarkan biaya karena mendapat ditanggung pemerintah. Setelah lulus juga langsung bekerja di rumah sakit dengan mendapat gaji. Pada saat berpraktik sendirilah, saya harus membalas budi melalui cara tidak memberatkan pasien. Sekarang kondisinya sudah lain karena biaya pendidikan juga makin mahal,” katanya.
 Lo pernah menjabat Direktur RS Kasih Ibu, Solo, pada 1981 hingga 2004. Saat itu dia menerapkan aturan tidak ada pungutan muka bagi pasien rawat inap. Karena itu pula, rumah sakit tersebut banyak menerima pasien yang ditolak rumah sakit lain karena tidak mampu membayar uang muka perawatan atau tidak memiliki kartu tanda penduduk (KTP).
“Padahal seharusnya, orang-orang yang tidak mampu membayar uang muka dan tidak bisa mencari KTP inilah yang harus mendapat prioritas perawatan. Orang yang tidak bisa mengurus KTP pasti orang susah. Belum lagi pasien korban kecelakaan. Bagaimana mungkin orang yang terkena musibah mendadak di jalan dan pasti tidak membawa uang cukup harus membayar uang muka. Nilai kemanusiaan harus dikedepankan,” ujar Lo.
Pria yang lahir di Magelang, Jateng 16 Agustus 1934 tersebut memang menjadi paradoks di tengah-tengah sikap skeptis masyarakat yang meyakini biaya berobat di rumah sakit pasti mahal. “Dokter Lo menyisihkan uang pribadinya untuk dana sosial di rumah sakit ini. Jumlahnya saya tidak tahu,” ucap Humas RS Kasih Ibu, CH Baskara.
Kini, setiap sore hingga malam, Lo selalu menyambut pasiennya dengan senyum. Meski karena usia sehingga harus berjalan dengan bantuan tongkat, dia tetap semangat mengobati pasien.
“Saya jangan dibesar-besarkanlah. Itu sudah saya lakukan dari sejak dulu. Menjadi dokter itu memang harus menolong yang sakit dan miskin. Kalau mau kaya ya jangan jadi dokter, tapi jadi pedagang. Itu pesan dari ayah saya,” kata Lo.
Sampai kapan melayani pasien? “Tidak tahu. Selama tubuh masih bisa bekerja, saya akan tetap melayani,” katanya.


Alhamdulillah masih ada  Dokter yang seperti ini !!!
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar